Atomic Heart merupakan sebuah game yang memberikan angin segar di industri game sekaligus membawa elemen yang cukup mengingatkan kita terhadap sebuah game yang berusia kurang lebih 15 tahun, yakni Bioshock. Angin segarnya karena game ini digarap oleh sebuah studio asal Rusia bernama Mundfish.
Game ini berlatar belakang sejarah alternatif di mana Uni Soviet memenangkan Perang Dunia Ke-II. Tak hanya itu saja, Uni Soviet juga memiliki kemajuan secara teknologi yang membuat mereka mampu merancang robot-robot canggih.
Lantas, apa saja yang akan diceritakan pada game Atomic Heart ini? Maka dari itu, Tombol Media akan membahas game garapan developer asal Rusia ini. Yuk, simak!
System Requirement
Minimum
CPU: AMD Ryzen 3 1200 or Intel Core i5-2500
Sistem Operasi: Windows 10 (64-bit OS required)
Memori RAM: 8 GB
GPU: AMD Radeon R9 380or NVIDIA GeForce GTX 960
Free Disk Space: 90GB
Recommended
CPU: AMD Ryzen 5 2600X or Intel Core i7-7700K
Sistem Operasi: Windows 10 (64-bit OS required)
Memori RAM: 16 GB
GPU: AMD RX 6700 XT or NVIDIA GeForce RTX 2070
Free Disk Space: 90GB
Storyline
Seperti yang disebutkan sebelumnya, Atomic Heart merupakan sebuah game yang menceritakan sejarah alternatif ketika Uni Soviet menjadi pemenang Perang Dunia Ke-II dan maju secara teknologi dan mampu menciptakan robot. Di game ini, kamu akan berperan sebagai seorang veteran Perang Dunia Ke-II bernama Major Sergey Nechayev yang juga memiliki nickname, yakni Agent P-3.
Agent P-3 berteman dengan seorang ilmuwan yang juga menyelamatkan hidupnya bernama Dr. Dmitry Sechenov. Nechayev kali ini diberi tugas oleh Dr. Sechenov untuk mengunjungi sebuah pangkalan militer rahasia bawah tanah yang merancang robot-robot canggih bernama Facility 3826. Selain itu, sang protagonis juga ditugaskan Dr. Sechenov untuk membantu peluncuran sebuah alat bernama THOUGHT neuroconnector.
Alat ini adalah sebuah benda yang ditanamkan ke dalam otak manusia agar mereka bisa berinteraksi dengan sebuah robot bernama Kollektiv 2.0 yang membantu pekerjaan harian manusia agar lebih mudah.
Sayangnya, niat mulia Dr. Sechenov untuk memudahkan manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari disabotase oleh kepala proyek Kollektiv 2.0, Viktor Petrov, sehingga robot-robot Kollektiv 2.0 alih-alih membantu manusia, malah menjadi mesin pembunuh yang sangat berbahaya. Akhirnya, P-3 harus membereskan kekacauan yang terjadi.
Bagaimana, perjalanan P-3 dan Dr. Sechenov agar semuanya terjadi seperti sedia kala?
Baca juga: [Review] Hogwarts Legacy – Eksplorasi Sekolah Sihir Lebih Seru
Gameplay
Karena game ini digadang-gadang sebagai game yang mirip dengan Bioshock, sudah pasti gaya permainan yang diusung adalah FPS shooter. Storyline dari Atomic Heart adalah salah kekurangannya. Selain itu, di sepanjang perjalanan bermain game, game ini jarang nampak cutscene-cutscene yang membuatnya lebih hidup. Namun, gameplay yang dimiliki oleh game besutan Mundfish ini bisa menjadi obat dari kekurangannya tersebut, meski banyak yang harus diperbaiki.
Dalam menghadapi robot-robot Kollektiv 2.0 yang telah tersabotase, kamu akan ditemani oleh Polymer Glove yang merupakan sarung tangan powerful dengan kemampuan yang membantu kamu menghabisi musuh-musuhmu. Sarung tangan polimer yang menemanimu bertualang di Uni Soviet tahun 1955 ini memiliki kemampuan seperti mengeluarkan listrik, menyemburkan es, dan masih banyak lagi.
Kendati Polymer Glove menjadi senjata yang selalu dibawa, kamu juga bisa menggunakan senapan sebagai senjata yang akan menghancurkan musuhmu. Namun, karena sebelumnya kami menyebutkan kalau game ini masih banyak kekurangan, banyak aspek yang membuat game ini terasa kurang greget.
Atomic Heart tidak membuatmu lebih bebas bereksplorasi karena ruang Facility 3826 yang terkesan kecil. Ditambah lagi, jarak pandang yang kurang luas membuatmu agak kesulitan dalam menghadapi musuh-musuhmu.
Presentasi Grafis dan Audio
Di awal cerita kamu akan diperlihatkan dengan pemandangan Uni Soviet tahun 1955 dengan teknologi canggih. Untuk kami, Mundfish cukup berhasil dalam mengeksekusi visual Atomic Hearts. Pada awal cerita di mana sang protagonis berada di sebuah perahu, kamu akan diperlihatkan dengan sungai yang cukup realistis.
Selain itu, yang membuat visual game ini diapresiasi adalah lingkungan outdoor-nya. Kamu akan bertemu dengan bukit, danau, dan rerumputan yang cukup indah. Akan tetapi, yang membuat kami agak ‘gemas’ adalah desain-desain robot atau musuhnya yang kurang keren. Sangat jauh dengan game yang digadang-gadang sebagai referensi Atomic Heart, yakni Bioshock.
Sementara itu, untuk audio-nya bagi kami cukup nyaman untuk didengar. Susana tahun 1950an yang dihadirkan cukup terasa berkat lagu-lagu dengan bahasa rusia. Sayangnya, ada yang menurut kami masih kurang dari aspek audionya, salah satunya adalah gerakan-gerakan musuhnya. Hal ini seringkali menyusahkan kita ketika menghadapi musuh-musuh di game ini.
Kesimpulan
Sebagai game FPS yang bisa dibilang terinspirasi oleh Bioshock, kami rasa Atomic Heart bisa menjadi sebuah game yang bisa dijadikan alternatif untukmu yang rindu dengan kehadiran Bioshock. Dibalik segala kekurangan dan kontroversinya, Atomic Heart masih cukup layak kamu mainkan.